Pulau yang hilang

Ngatingat



Ngatingat

0~~~     
0

"Kapan aku pernah bertemu dengan kalian?" Tanya Matt keheranan.     

"Kau benar-benar tak ingat?" Tanya balik penjaga wanita yang sejak dari dulu ingin menyelamatkan Matt.     

"Kita ada di unit kesehatan seminggu yang lalu saat sebuah CC-gun membuatmu tak sadarkan diri kala itu, mereka membawamu kesana, dan disana aku bersama Dokter Ace pengecut itu menyelamatkanmu," Jelas Penjaga wanita dengan nada kesal saat menyebut nama Dokter Ace dengan tambahan kata pengecut di belakangnya.     

Matt kembali terdiam, dalam benaknya ia mencoba mengingat beberapa lintasan memori. Namun tak kunjung datang apa yang ia harapkan itu.     

Setelah merasa didiamkan beberapa menit, penjaga wanita itu kembali bercakap,"Kau benar-benar tak mengingatnya,"     

"Tapi, tunggu! Bukannya saat itu kau sudah sadar dan tiada siapapun lagi mencekokimu gas beracun itu?" Tanya penasaran wanita itu yang sebenarnya hal itu tentu saja tak akan pernah dijawab oleh Matt sebab ia tak tahu.     

Matt hanya mengangkat bersamaan kedua bahunya. Ia tak tahu apa yang terjadi padanya sebelum akhirnya ia bisa sadar dan kembali normal kala bangun pagi keesokan harinya.     

Padahal kala itu..     

~~~     

'Benar juga pria itu, aku harus lebih pandai kali ini,' Bisik benak Matt saat berada dihadapan dua manusia yang sepertinya mereka ada di pihaknya kali ini.     

"Baiklah, terima kasih," Singkatnya seraya turun dari ranjang serba putih nan bersih.     

Melihat Matt hendak beranjak, salah seorang dari dua manusia dihadapannya itupun mendekatinya dan berkata, "Mari, biar kubantu,"     

Lengannya disambut genggaman erat orang yang berseragam penjaga itu. Ia dibantu berdiri kali ini. Dan sepertinya penjaga itu tahu apa maksud Matt yang ingin meninggalkan ruangan itu karena hari kian menggelap.     

"Bersikaplah seperti abnormal, jangan sampai kita ketahuan, aku akan mengantarmu sampai kamar, ya?" Ucap penjaga itu dengan lembut.     

Matt hanya menganggukkan kepalanya dan diakhiri dengan simpul manis di bibirnya. Sebelum akhirnya mereka benar-benar meninggalkan ruangan itu, Dokter Ace menyematkan beberapa patah kata, "Hati-hati!"     

Keduanya menatap Dokter berkulit hitam manis itu sebelum keluar dari sana. "Tenang saja, aku akan menjaganya," Ucap sang penjaga.     

Mereka pun melangkah menuju pintu keluar yang sekaligus berperan sebagai pintu masuk pula. Penjaga itu keluar terlebih dulu untuk memastikan keadaan aman terkendali. Kedua mata elangnya tak menangkap apapun disana, hanya lorong berbataskan dinding putih. Kepalanya meliuk ke arah kanan, hanya lorong yang nampak di pelupuk matanya. Saat kepalanya diliukkan ke arah sebaliknya..     

Bugh..     

Kepalanya itu dipukul sebuah benda panjang yang cukup keras hingga membuatnya jatuh tak berdaya.     

"Penjaga!!" Kejut Matt saat melihat penjaga di hadapannya tiba-tiba jatuh terkapar.     

Namun saat itu pula, tiba-tiba mulutnya dibekam seseorang dari belakang. Entah siapa yang melakukannya, namun yang pasti Matt terus mencoba membebaskan diri, tak peduli mereka akan tahu kalau Matt telah kembali normal.     

Sayang, sebelum akhirnya ia lepas, sebuah benda bernama nebulizer berisi gas biru muda beracun kembali mendarat di saluran pernapasannya.     

Pandangannya mulai kabur, namun masih nampak di matanya beberapa orang di ruangan itu, seseorang yang nampak tak berdaya diseret masuk oleh seorang yang lain.     

"Penjaga!" Lirihnya diikuti kehilangan kesadaran atas dirinya.     

"Bangun!!" Teriakan dalam pengeras suara itu lagi-lagi jadi polusi pendengaran bagi Matt, dan dengan terpaksa ia harus terbangun.     

Gercapan kedua mata yang nampak dipaksakan. "Apa yang terjadi padaku? Dimana aku? Kenapa aku ada di tempat kumal seperti ini?" Tanyanya pada diri sendiri.     

Matt berada di kamarnya kini, entah siapa yang membawanya kemari, ia benar-benar tak ingat apa yang terjadi sebelumnya.     

Ia pun beranjak untuk mengatasi rasa penasarannya itu. Saat beberapa kali ia melangkah menuju pintu besi, beberapa lintasan memori melesat dalam benaknya. Langkahnya terhenti.     

Ia ingat saat ia memanggil sebuah panggilan, "Penjaga!!" dan saat itu juga ia melihat seorang berseragam terkapar tak berdaya di ambang pintu.     

"Siapa penjaga? Kenapa aku memanggilnya penjaga?" Tanyanya lagi pada dirinya, seolah ia yakin nantinya akan terjawab kembali oleh lintasan ingatannya seperti tadi.     

Matanya dipaksa memejam, otaknya dipaksa menampilkan kembali lintasan ingatan yang ada kaitannya dengan ingatan yang baru saja melintas. Namun sayang hanya gelap disana.     

"Aaa!!!" Geramnya.     

Lintasannya menggambarkan sebuah tangan menggenggam lengannya seraya berkata, "Mari, biar kubantu,"     

Bukan hanya ingatan tentang kejadian semalam yang terlintas, tapi kejadian beberapa hari lalu pun tiba-tiba hadir dalam benaknya.     

"Kau hanya perlu berpandangan kosong, tak boleh bicara, hanya mematuhi perintah saja, kalau tidak nyawamu bisa jadi taruhan kali ini!" Kalimat itu terngiang dalam benaknya sekaligus ia harus mencerna apa maksud banyak kalimat itu.     

Gema derap langkah tegas dari lorong terdengar kian mendekat. Usahanya mencoba mengingat banyak kejadian sebelumnya tertunda setelah ia ingat kalau banyak kalimat yang mengiang di telinganya tadi mengharuskannya kembali beraksi menjadi abnormal. Dan hal itu membuat Matt segera bersiap dengan aksinya. Tatapan kosongnya dan mata sayu khas dari mata sipitnya.     

Pintu besi itu sepertinya tengah dicoba dibuka oleh seseorang dari luar.     

"Cepat!!" Perintah seorang penjaga dari ambang pintu.     

Langkah lesunya diaktifkan saat berjalan, meski lesu bukan berarti lambat. Kecepatan langkahnya seperti orang normal namun lesu tanpa daya semangat.     

Matanya curi-curi pandang pada postur seorang penjaga di depannya. Ia hanya mencoba menemukan postur yang sama yang ia lihat dalam ingatannya saat penjaga itu terkapar. Namun sia-sia saja yang didapat, mereka semua punya postur tubuh yang sama.     

Singkat cerita, seperti biasa, Matt dan para abnormal lainnya akan berbaris untuk mengantre masuk ke dalam heli pengangkut menuju bangunan tengah laut.     

Setibanya di tujuan, Matt dan yang lainnya melewati beberapa pemeriksaan. Thermogun dilewati dengan sempurna, tak ada kecurigaan kini. Cuaca di tengah laut kini sangat dingin sehingga membuat kulit yang tertimpanya menjadi ikut dingin.     

"Hhh!" Hembusan napas lega diluncurkan Matt dengan sangat amat pelan.     

Trid..     

Suara yang berasal dari CC-gun saat benda itu ditempelkan di dahi abnormal di depannya. Bunyi itu tiba-tiba membuat benaknya melintaskan ingatan sekelebat saja.     

Rasa pening yang masih diingatnya bagaimana terasa, tusukan dengung di telinganya, dan kini Matt ingat benda itu bisa membuatnya tak sadarkan diri beberapa hari lalu.     

"Lanjut!!" Perintah penjaga yang membuyarkan lamunan ingatan dalam benak Matt.     

Matt melangkah sebanyak dua langkah, matanya sedikit memejam, meski tak ada bedanya jika ia tak memejam sekalipun. Keberuntungan baginya punya mata seperti ini karena sepertinya matanya itu dirancang agar tidak terlalu mencurigakan saat kejadian seperti itu terjadi. Dalam hatinya, Ia hanya berharap ia akan baik-baik saja, semoga tak seperti hari kemarin saat ia malah tak sadarkan diri.     

Dan..     

Trid..     

Matanya masih sedikit terpejam trauma akan rasa pening hari kemarin karena benda yang kini ada di dahinya itu.     

"Lanjut!!" Perintah penjaga itu lagi tandanya kalau ia sudah berhasil melewati CC-gun kali ini tanpa merasakan pening itu lagi.     

Kakinya dilangkahkan dengan perasaan senang dan bangga dalam hatinya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.