Pulau yang hilang

B O O M



B O O M

0Dan dengan cepat hologram itu menampilkan kabel-kabel berwarna merah di sepanjang dinding setiap lantai.     
0

"Itulah bomnya tapi masih belum aktif", jelas Beno. "Kita harus set waktunya, berapa waktu yang kita butuhkan untuk mengumpulkan makhluk-makhluk itu kemari? Atau apa aku harus memasang bomnya di semua bangunan milikmu? Jadi kita tidak perlu susah-susah mengumpulkannya".     

"Aku pikir kita harus tetap mengumpulkannya di suatu tempat", ujar Max.     

"Caranya?"     

"Kita pikirkan cara itu nanti, kita dalam incaran mereka sekarang, cepat set waktunya!!!", seru Arash yang berusaha menghalang mereka yang berdatangan mengikuti jejak makhluk yang menjatuhkan dirinya dari lantai satu.     

Brugh..     

Brugh..     

Brugh..     

Suara makhluk-makhluk yang menjatuhkan dirinya hingga menimpa jembatan yang terbuat dari lempeng besi di lantai tempat mereka berada.     

Dorr..     

Dorr..     

Arash dibantu Dr. Ben dan Andre memusnahkan manusia-manusia tak berguna itu. Tapi mereka semakin banyak berdatangan.     

"Apa ya yang mengundang mereka kemari? Aku rasa kita tak berbuat gaduh disini", gerutu Arash sembari terus menembaki mereka.     

"Aku juga heran kenapa mereka begitu banyak sekali disini. Aku rasa mereka hampir kita bunuh semua tadi", ucap Dr. Ben yang ikut menggerutu.     

"Berapa waktu yang akan kita set disini?!", tanya Beno sekali lagi pada Max.     

"45 menit!!", teriak Andre yang mendengar pertanyaan Beno.     

Dan tanpa sengaja teriakan Andre membuat Bom itu tersetting dalam 45 menit akan meledak.     

29:59     

Waktu bergulir mundur saat itu.     

"Andre!!!", geram Beno dan Max bersamaan.     

Mereka harus segera keluar dari sana dalam 45 menit kalau tidak, mereka bisa mati bersama manusia-manusia itu.     

Andre, Dr. Ben dan Arash terus berusaha memusnahkan manusia-manusia itu yang terus saja berdatangan meski berjalan lambat.     

"Peluruku hampir habis", ucap Arash.     

"Aku juga", timpal Dr. Ben.     

"Punyaku masih banyak", ucap Andre dengan nada sedikit sombong.     

"Ya sudah habisi mereka saat peluru kami habis", sebal Dr. Ben. " Beno! Max! Cepat bantu kami!!", lanjutnya.     

Beno dan Max pun menggunakan kembali senjata mereka untuk membantu mereka.     

Max yang sangat-sangat lihai memanfaatkan senjatanya, ia berhasil sebagian melumpuhkan manusia-manusia gila yang menghalangi jalan mereka menuju lift.     

"Ayo! Lewat sini!", seru Max yang kemudia berlari menuju lift. Begitu juga dengan ketiga temannya dan kakaknya.     

Mereka pun berhasil mencapai lift tanpa gangguan. Mereka juga sempat heran kenapa makhluk itu tak mengejar mereka selagi mereka berlari menuju lift.     

Saat mereka tiba di dalam lift. Mereka tak langsung menuju ke lantai tujuan mereka. Mereka menutup pintu lift, tapi tak langsung pergi. Mereka memperhatikan apa yang sebenarnya terjadi pada makhluk itu.     

"Mereka tak mengejar kita, mereka menuju hologram itu", seru Beno pada keempat temannya.     

Keempat temannya itu setuju pada Beno karena mereka juga melihat hal yang dikatakan oleh Beno.     

Mereka masih terpaku disana. Tak meminta lift itu mengangkut mereka kemana-mana, tak juga bertindak apa-apa. Benak mereka bertanya-tanya tentang apa yang sebenarnya terjadi pada makhluk itu.     

"Sepertinya mereka tertarik pada sinar di hologram itu", ungkap Beno setelah melihat banyak makhluk itu mendekati banhkan hendak meraih sinar pantulan hologram itu.     

"Mereka juga sepertinya akan tertarik pada sinar lainnya, seperti senter atau laser", lanjut Beno.     

"Ya!! Itu cara mengumpulkan mereka!", seru Beno.     

Kini semua mata tertuju pada Beno. Salah satu dari mereka yakni Andre bertanya, " Bagaimana?".     

Bukannya menjawab pertanyaan itu, Beno malah kembali bertanya pada Max, "Apa kau punya proyektor laser?".     

Max mengernyitkan dahi tanda ia kurang mengerti apa yang dikatakan Beno. Hingga Beno pun memperjelas benda yang ia maksud, " Ya proyektor laser, mmm.. Semacam.. Proyektor tapi untuk di konser-konser".     

"Oh..", ucap Max membulatkan bibirnya yang mulai mengerti apa yang dimaksud Max.     

Beno begitu berharap Max punya benda itu. Matanya sudah menunggu-nunggu jawaban darinya.     

"Tidak ada", lanjut Max.     

Bola matanya memutar kesal nan kecewa. Jawaban yang ia dengar dari Max tak sesuai dengan harapannya.     

"Kalau begitu... Proyektor biasa?", tanya Beno lagi bertanya benda lain yang sejenis. "Aku harap kau bilang punya".     

"Ya, aku punya jika kau tanyakan benda itu", pungkas Max.     

"Di ruanganku", sambungnya.     

"Sial!!", geram Beno.     

"Ya sudah ayo kita kesana", pinta Beno.     

Tombol berangka 1 kembali ditekan Andre, orang yang paling dekat dengan letak tombol itu.     

Tring...     

Mereka tiba disana. Helaan napas terdengar dari mulut Beno, "Hufth...". Banyak makhluk itu disana. Jelas saja jika di lantai itu banyak makhluk mengerikan tersebut karena lantai itulah satu-satunya jalan masuk para makhluk menuju layar hologram di lantai -3.     

Makhluk-makhluk itu memenuhi jembatan penyambung antara lift dan lantai tersebut. Sehingga akan sangat kesulitan jika mereka berjalan melewati mereka.     

"Ahaa!! Aku tahu!", seru Max seraya memetikkan jarinya.     

"Tahu apa?", tanya Andre, Beno, Dr. Ben dan Arash serentak.     

"Aku tahu jalan lain, Ayo ikuti aku!", lanjut Max.     

Max pun kembali masuk ke dalam celah kecil di belakang lift. Karena Max meminta teman-temannya mengikutinya, mereka pun menuruti ucapan Max tersebut, mereka melewati celah yang sama kemudian melewati tangga vertikal hingga ke bagian paling atas.     

Saat tiba di bagian ujung tangga, Max mendapati pegangan berbentuk kemudi disana. Ia pun memutarnya dengan sebelah tangannya. Tapi sepertinya itu sudah cukup berkarat. Hingga ia agak kesulitan memutarnya.     

Beno yang ada tepat di bawahnya, ia melihat Max kesulitan membukanya hingga ia pun berkata, " Coba bergeser sedikit, Max!".     

Max pun bergeser sedikit ke sebelah kiri hingga tersisa setengah bagian anak tangga untuk Beno. Beno pun segera naik untuk menyamai kedudukan Max.     

"1.. 2... 3... Putar!!", seru Beno.     

Mereka pun bersamaan memutar pegangan itu. Hingga berdecit dan melonggarlah pintu itu dari tempatnya. Kemudian Beno mendorongnya ke atas untuk membukanya. Max siaga dengan senjatanya dan segera naik ke bagian atas bunker yang juga digunakan sebagai helipad. Pintu keluar itu ada diantara dua helipad disana.     

Hanya beberapa makhluk yang ada disana. Dan dengan cepat Max menembaki mereka dari mulai yang terdekat dengan posisi mereka hingga yang terjauh dan tentunya ia membuat mereka tewas dengan sekali tembakan saja.     

"Kalian berjaga disini!", seru Beno pada Andre, Arash dan Dr. Ben.     

Sedangkan Ia dan Max segera masuk ke dalam bunker lagi tepatnya untuk menuju ruangan Max. Mereka melewati tangga yang langsung terhubung antara ruangan Max dan helipad tersebut.     

Mereka menuruni tangga dari besi itu secara perlahan. Langkahnya begitu hati-hati. Mereka sebisa mungkin tak menghasilkan suara apapun karena bisa saja mengundang makhluk-makhluk itu ke arah mereka.     

Trap..     

Trap..     

Trap..     

Ruangan Max masih aman terkendali meski tak ada penghalang ataupun pintu disana, hanya bisa diakses dengan tangga untuk mencapainya dari lantai 1 dan teralis besi sebagai dinding pembatasnya.     

Max segera menuju ke mejanya untuk mengambil sebuah mesin proyektor di dalam lacinya.     

Setelah ia dapat, ia pun mengajak Beno untuk kembali ke helipad. "Ayo!!".     

Trap..     

Trap...     

Saat Max baru saja menginjakkan kakinya di anak tangga kedua, Beno menghentikannya, " Tunggu!!".     

"Apalagi??", tanya Max.     

"Kita bawa proyektor hologram itu juga", ucap Beno seraya menunjuk ke sebuah meja hologram di lantai 1, tempat ia dulu bekerja.     

Max sempat tidak yakin dengan hal itu, tapi ia tak tahu apa yang harus dilakukan lagi selain menuruti permintaan Beno.     

Beno pun menuju ke meja itu, mereka berlari namun dengan posisi mengendap-ngendap. Menerobos kawanan makhluk itu. Dan segera meraih proyektor yang sudah ia cabut terlebih dahulu kabel penghubungnya.     

Mereka kembali ke ruangan Max. Dan saat ia melewati meja Max ia melihat dua buah power strips berlubang 4 disana. Karena kabelnya cukup panjang, ia pun hanya menariknya dan tak mencabut kabel penghubung sebuah power strips dengan aliran listriknya. Tapi untuk power strips yang satunya lagi, ia cabut dari stop kontaknya. Power strips itu akan ia gunakan sebagai sumber aliran listrik untuk proyektornya nanti.     

14:59     

Angka itu nampak pada jam tangan Max yang ia set sebagai penghitung waktu mundur sejak bom itu diaktifkan 30 menit yang lalu.     

Max tiba kembali di atas helipad dan menaruh proyektor hologram itu tepat di tengah-tengah helipad pertama, dan proyektor biasa di tengah-tengah helipad kedua. Setelah itu ia menuruni anak tangga di samping helipad untuk mengambil kendaraannya bersama Arash.     

Beno yang membenahi aliran listriknya, ia membawa kedua power strips itu dan meletakkan sebuah power strips yang sudah terhubung dengan aliran listrik di ruangan Max.     

"Sambungkan kabelnya nanti, saat aku beri aba-aba", pinta Beno pada Dr. Ben.     

Beno menyambungkan power strips kedua ke power strips pertama agar teraliri listrik. Kemudian ia berlari menuju helipad kedua tempat proyektor biasa diletakkan.     

"Andre, nanti sambungkan kabelnya saat kuberi aba-aba", pinta Beno lagi.     

"Arash! Tolong bawa mobilku yang satunya, aku akan ambil yang ini!", seru Max pada Arash saat mereka berada di dalam garasi.     

"Baik! Dimana kuncinya?", tanya Arash.     

"Aku tak menggunakan kunci untuk mobilku"     

"Lalu?"     

Max pun segera membuka pintu mobil sport mewah miliknya yang hanya berisi dua kursi. Lalu ia terduduk diatas jok hitamnya. Wajahnya ia dekatkan ke sebelah kemudi dimana ada sebuah kotak kecil yang serupa dengan benda yang ada di atas meja hologram tadi, semacam micropon tapi pipih.     

Max menekan tombol kecil disamping kotak kecil itu, dan berkata, " Nyalakan mobil".     

Mesin mobil itupun menyala. Dan hal itu membuat Arash sedikit takjub padanya.     

"Wow!!", serunya.     

Ia pun segera menuju mobil yang Max tunjukkan padanya dan melakukan hal yang sama dengan Max untuk menyalakannya.     

"Nyalakan mobil!", ucap Arash yang menirukan Max.     

Mereka menghangatkan mobil sebelum akhirnya membawanya keluar dari kandangnya.     

Broommm..     

Broommm..     

Bising mesin mobil itu dapat terdengar Beno yang sedari tadi menunggu Max dan Arash keluar.     

"Sekarang!!", teriak Beno pada Dr. Ben dan Andre.     

Mereka menyambungkan kabel proyektor ke power strips yang telah disiapkan Beno. Dan...     

Waktu yang tersisa tinggal 07:43     

Konser akan dimulai....     

Sorotan proyektor itu cukup terang dan hampir menusuk awan, cukup tinggi juga.     

Beno, Andre dan Dr. Ben segera menaiki mobil yang dibawa Max dan Arash. Andre dengan Max dalam satu mobil, sedangkan Beno dan Dr. Ben dalam mobil yang dikemudikan Arash.     

Tak menunggu lama, para makhluk itu mulai berdatangan. Mereka datang dari semua penjuru. Melewati benteng pembatas bunker yang setinggi 4 meter.     

"Mereka banyak sekali..", takjub Arash.     

"Ya.. Mereka tak habis-habis ya", timpal Dr. Ben.     

"Ayo kita pergi!!", seru Max yang kemudian melajukan mobilnya terlebih dahulu lalu diikuti mobil Arash.     

Beno yang duduk di bagian belakang, ia tak henti-hentinya melirik makhluk-makhluk yang banyak berdatangan dan hampir memenuhi bunker.     

"Manusia yang telah dimakan otaknya kembali hidup sepertinya", gumam Beno pelan tapi masih terdengar Dr. Ben.     

"Apa?", tanya Dr. Ben.     

"Lihat! Itu Leah!", seru Beno seraya meneteskan air matanya. Ia tahu dari baju yang wanita itu kenakan sebelum tewas. Tapi benar wanita itu hidup kembali sepertinya meski kepalanya sudah hancur.     

"Pantas saja mereka banyak sekali, korban mereka hidup kembali", ucap Arash.     

Mata Beno terus memperhatikan Leah yang makin lama makin hilang dari pandangannya.     

"Oh sial!! Flashdisk-ku!", seru Beno saat ia ingat kalau ia melupakan Flashdisknya di dalam bunker saat ia menggunakan layar hologram.     

"Sudahlah Beno, tak ada waktu lagi", ucap Dr. Ben.     

"Tidak! Tidak!! Arash kembali!!", teriak Beno.     

02:23     

Arash pun memutar arah mobilnya kembali menuju bunker. Ia melajukan mobilnya secepat kilat.     

Sedangkan Andre dan Max, Mereka telah menjauh dari bunker menuju ke daerah yang lebih tinggi darinya, sehingga mereka masih bisa melihat keberadaan bunker. Mobil mereka terhenti disana. Untuk melihat terakhir kali bunker itu berdiri. Terutama Max, ia kelihatan begitu terpukul untuk hal ini. Bunker yang telah ia bangun bertahun-tahun harus hancur di hadapan matanya sendiri. Dan saat itu juga ia melihat mobil Arash menuju kembali ke bunker.     

"Hei! Apa yang akan mereka lakukan?!", tanya Max.     

Mobil Arash terhenti di depan bunker, tapi itu sia-sia saja sepertinya. Makhluk-makhluk itu telah memenuhi bunker. Tak ada jalan masuk lagi bagi mereka untuk masuk ke dalam Bunker. Saat Beno hendak keluar dari mobil itu, tiba-tiba speaker di dalam mobil Arash berbunyi dan mengeluarkan suara," Arash! Apa yang kalian lakukan? Bunker itu sebentar lagi meledak".     

"Apa?!", kejut Arash.     

"Beno!! Masuk!!", teriak Dr. Ben.     

Tapi Beno tetap saja mendekat ke arah Bunker itu. Dr. Ben dan Arash pun terpaksa harus menyusulnya.     

"Beno! Lupakan saja! Bunker itu hampir meledak!!", teriak Dr. Ben yang kemudian segera menyeretnya menjauh dari sana.     

00:00     

Lima..     

Empat..     

"Masuk mobil!!!", teriak Dr. Ben. Mereka pun berlari sekuat tenaga menuju mobil.     

Tiga..     

Dua..     

Broommm...     

Mobil mereka melaju menjauh dari bunker yang benar-benar akan meledak.     

Satu...     

B O O M !!!!!!     

Dentuman keras. Kepulan asap tebal yang menjunjung tinggi. Api membesar membakar bunker secara menyeluruh.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.