Pulau yang hilang

Lagi-lagi gagal



Lagi-lagi gagal

0Dr. Ben pun mencoba masuk kembali ke ruangan penuh makhluk. Namun usaha itu percuma saja, karena tak ada manusia abnormal lagi didalamnya.     
0

" Beno, aku butuh sampel manusia abnormal. Tapi dimana ya aku bisa dapatkan lagi manusia itu", keluh Dr. Ben.     

" Di dalam tak ada lagi?", tanya Beno memastikan.     

Dr. Ben hanya menggelengkan kepalanya. Sedangkan Beno, ia mencoba berpikir dengan otak cerdasnya.     

Ahaa!!     

"Bagaimana jika kau pakai sampel manusia itu dulu", ucap Beno sambil menunjuk makhluk ganas di balik dinding kaca.     

Dr. Ben diam tak berkutik, ia hanya memandang cukup lama makhluk menyeramkan itu. Dalam benaknya, ia berpikir, " Bagaimana aku mencobanya padanya. Dia kan ganas".     

"Nanti akan kucoba", ucap Dr. Ben dari mulutnya.     

Setelah ide itu disampaikan oleh Beno, Dr. Ben segera menyiapkan peralatan untuk menyuntikkan penawar yang baru dibuatnya itu. Mumpung si makhluk ganas masih tertidur, ia akan coba memberanikan diri masuk ke dalam.     

Dr. Ben melangkah menuju pintu masuk ruangan kaca tempat makhluk ganas tertidur. Beno melihat Dr. Ben pergi membawa jarum suntik berisi cairan. Namun ia acuh saja.     

Tapi saat ia lihat Dr. Ben masuk ke dalam ruangan kaca itu, Beno segera menyusulnya sebelum tindakan Dr. Ben yang bisa saja membuatnya terbangun.     

Dengan cepat ia masuk kesana, menarik keluar Dr. Ben yang hampir saja menyuntikkan cairan itu ke lengannya.     

"Apapaan sih kamu Beno?!!", bentak Dr. Ben.     

" Dia bisa terbangun", jawab Beno.     

" Tadi kan kamu yang mengusulkan hal itu", ucap Dr. Ben lagi.     

" Iya, Tapi bukan seperti itu caranya", sanggah Beno.     

" Lalu bagaimana?", tanya Dr. Ben.     

" Mungkin kamu bisa membuat cairan itu jadi sebuah gas yang nantinya jika terhirup olehnya ia bisa berubah lagi", jelas Beno.     

Dalam benaknya Dr. Ben menjawab, " Benar juga kata Beno, kenapa ia tak berpikir seperti itu?". Ia pun segera pergi kembali menuju mejanya. Memasukkan cairan penawar ke dalam sebuah alat yang bisa mengubahnya jadi gas.     

Kebetulan ada ventilasi khusus di atas ruangan kaca itu. Yang tersambung langsung dengan alat tadi. Jika Dr. Ben memasukkan cairan itu ke alatnya, maka beberapa detik kemudian gas akan tersebar lewat ventilasi itu ke ruangan kaca.     

Tak lupa Dr. Ben dan Beno memakai maskes respirator, ditakutkan gas itu ikut terhirup oleh mereka. Setelah siap, Dr. Ben memasukkan gas itu lewat ventilasi ruang kaca.     

Byushhh.....     

Kepulan asap putih dari gas penawar memenuhi ruangan itu. Sampai-sampai manusia abnormal ganas itu tak terlihat dari luar. Namun, kepulan asap itu hilang beberapa menit kemudian, dan mereka melihat manusia itu tergeletak tak berdaya di lantai. Dan beberapa menit lagi, manusia itu terbangun.     

"Dimana aku?", tanya manusia abnormal saat ia terbangun sambil memegang pelipisnya.     

Senangnya hati Beno dan Dr. Ben mendengar manusia itu berbicara layaknya manusia normal. Satu lagi yang membuat mereka yakin jika itu manusia normal, manusia itu berjalan menuju dinding pembatas kaca untuk meminta tolong, dan cara berjalannya itu seperti manusia biasa, tidak kaku lagi langkahnya.     

"Yessss!!! Kita berhasil!!", ucap Beno dengan senangnya sambil berpelukan dengan Dr. Ben.     

Tapi... Beberapa saat kemudian,,,     

Brugh...     

Manusia abnormal yang telah menjadi normal itu terjatuh tak berdaya. Beno dan Dr. Ben terkejut akan jatuhnya manusia itu.     

"Kenapa dia?", tanya Beno.     

Dr. Ben segera memeriksanya. Tanpa takut apapun, ia segera masuk ke dalam ruangan kaca.     

Ia memeriksa nadi di lehernya, dan....     

"Dia meninggal", jawaban Dr. Ben atas pertanyaan Beno tadi.     

Rasa senang nan gembira yang sempat melanda kini sudah tiada, terganti oleh rasa sedih bercampur sesal.     

Beno dan Dr. Ben segera membawanya ke ruangan lain. Ruang jenazah tepatnya. Ruangan itu berada di samping lab Dr. Ben. Mereka membawa manusia mati itu di atas brankar ditutup dengan sehelai kain yang menutupi sekujur tubuhnya.     

Mayat itu sudah tersimpan rapi di kamar jenazah beserta jenazah-jenazah lain. Para jenazah itu biasanya akan dikuburkan atau dibuang ke sungai oleh penjaga yang bertugas seminggu setelah kematiannya.     

Setelah menyimpan jenazah itu di sana, Dr. Ben dan Beno segera keluar dari sana. Suhunya cukup dingin sehingga mereka memutuskan untuk tidak berlama-lama disana.     

Saat mereka berjalan hendak kembali ke lab Dr. Ben, mereka melihat ramai sekali orang di ujung lorong hendak menuju lift.     

Lorong?     

Jadi lab Dr. Ben berada satu lantai dengan lab Prof. Wizly, tapi, Lab Dr. Ben berada di bagian dalam. Di samping ruangan Prof. Wizly ada sebuah lorong, dan dari lorong itulah jalan satu-satunya menuju lab Dr. Ben.     

Dan kali ini mereka melihat gerombolan orang-orang, karyawan tepatnya, dari semua golongan berbondong-bondong masuk ke dalam lift. Keempat lift itu penuh oleh orang-orang yang membawa satu koper setiap orangnya.     

" Mau kemana mereka?", tanya Dr. Ben yang juga melihatnya.     

Saat itu juga Beno melihat Leah disana, tengah mengantre masuk lift.     

" Sebentar Dr. Ben", ucap Beno sambil berlari meninggalkan Dr. Ben.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.