Pulau yang hilang

'Aku tidak sebodoh itu, Max'



'Aku tidak sebodoh itu, Max'

0Sinar terang merasuki celah mata Andre. Membuatnya mengucek mata dan menguap, menggeliatkan tubuhnya setelah lelah menjelajahi mimpi semalam. Tubuh bugarnya terbangun. Mengambil handuk yang tergantung. Lalu masuk ke kamar mandi.     
0

Suara siraman dari gayung yang mengguyur tubuh Andre terdengar oleh Max yang sudah duduk di kasur Andre. Melihat ke sekitaran kamar itu. Ia menemukan kalung yang selalu dipakai Andre tergeletak di meja.     

'Kenapa kalung ini tak dipakai Andre?', tanya Max dalam hatinya sambil mengernyitkan dahinya.     

Tiba-tiba,, Klek,,pintu kamar mandi terbuka. Diikuti Andre yang keluar dari balik pintu itu sembari mengeringkan rambutnya yang habis terguyur air.     

"Kok, kamu disini, Max?", tanya Andre tiba-tiba.     

Max tersenyum ringan. Lalu ia menjawab ngeles, "Sekedar ngecek aja".     

" Kalung ini selalu kamu pakai, kan?", tanya Max memastikan.     

Andre berjalan menuju cermin, memasang kaos hitam ditubuhnya. Lalu menyisir rambutnya. " Pasti dong, kalung ini adalah kalung paling berharga buatku", jelas Andre yang kemudian melangkahkan kakinya ke arah meja tempat kalung itu tergeletak dan memakainya.     

" Tapi, ada yang aneh. Aku yang membuatnya kan? Dan aku tak pernah memasangkan ini disini", ucap Andre sambil menunjukkan benda kecil yang ia curigai dibalik lempengan ukiran kalungnya.     

Mata Max terlihat sedikit melotot saat ia melihatnya. Dalam pikirnya ia berkata, ' Kenapa dia tau kalau ada benda itu di kalungnya?'.     

Tak mau Andre semakin curiga, Max mencoba berpura-pura melihat keadaan kalung Andre dan mencoba membandingkannya dengan kalung miliknya. Dan di balik kalung milik Max juga ada benda semacam itu. Ia meyakinkan Andre dengan berkata, " Benda seperti itu juga ada di kalungku. Aku pikir kakak yang memasangkannya. Mungkin Kakak lupa kalau benda ini memang sudah ada sejak kakak beri padaku".     

" Mungkin. Tapi seingatku. Aku tak pernah memasang ini", ucap Andre dengan yakin.     

" Ya sudahlah. Ayo ke atas", ajak Max sambil merangkulnya.     

Mereka pun keluar dari kamar Andre. Tak lupa kalung tadi dipakai Andre di lehernya. Mereka menuju ruang makan untuk sarapan.     

Sapaan banyak 'selamat pagi' sudah tak asing di telinga Max, ia selalu mendengar itu tiap pagi dari banyak orang yang ia temui. Andre yang melangkah gagah disampingnya juga selalu mendengar itu saat Max mengangkatnya sebagai tangan kanan.     

" Menu spesial apa kali ini?", tanya Max saat langkah mereka terhenti di depan meja bar.     

Seorang koki menjawab dari celah antara meja bar itu dan dapur, " Ada sop buntut kesukaan Bapak kali ini".     

Max tersenyum dan berkata dengan semangat, " Beri saya 2 porsi! ".     

Andre juga memesan makanan yang sama dengan Max, karena sop buntut juga merupakan makanan kesukaannya. Setelah itu, Max dan Andre mencari tempat duduk kosong. Disana sudah banyak sekali pekerja yang sedang sarapan. Tapi akhirnya mereka menemukan meja kosong di bagian pojok ruangan.     

" Ayo duduk disana!", seru Max sambil menunjuk ke arah meja kosong itu.     

Andre melihat ke arah tunjukkan Max dan menjawab, " Ayo!!". Mereka berjalan menuju ke meja itu. Dan setelah tiba, mereka pun duduk santai disana.     

Tak selang berapa lama, makanan yang mereka pesan datang juga. Sop buntut ditambah susu soda.     

" Selamat makan!!", ucap Max yang kemudian menyantap makanan itu dengan lahap.     

Andre melihat Max begitu lahap, ia hanya tertawa pelan. ' Ternyata, ia masih seperti dulu', sahut memorinya.     

___________________________________     

" Bu!! Aku mau itu!", ucap Max kecil pada ibu panti sambil menunjuk mangkuk besar berisikan sop buntut.     

Sambil tersenyum, ibu panti mengambilkan dua sendok sop ke atas piring Max. " Makan yang banyak, ya!, biar kamu cepat besar", ucapnya.     

Ibu panti sudah mereka anggap Ibu sendiri. Ibu panti menyayangi mereka tulus. Tanpa mengharap balasan fulus.     

_________________________________     

Seketika lamunan Andre terbuyar oleh pertanyaan Max, " Enak, kan?".     

" Emm...enak sekali. Ingat waktu dulu kita tinggal di panti? Kau sangat suka sop buntut buatan Ibu panti. Sampai-sampai satu mangkuk besar habis olehmu", ucap Andre sambil tertawa mengingat kejadian itu.     

Max jadi ikut tertawa sebelum kemudian berucap,     

" Meski aku berbuat demikian, ibu panti sangat baik,Kak. Ia tak pernah marah ataupun kesal padaku. Ia malah tertawa melihatku lahap menghabiskan makanan itu yang seharusnya untuk semua anak disana".     

" Dia harus masak lagi karenamu, anak-anak lain harus menahan lapar lagi jadinya", ucap Andre sambil tertawa lagi.     

"Hati ibu panti terbuat dari apa ya? Kok dia bisa baiiikkk banget, tulus lagi", tanya Max yang hatinya mulai terenyuh setelah teringat kenangan dengan ibu panti.     

Andre yang tahu kalau hati adiknya mulai merendah, ia mencoba memanfaatkan keadaan itu untuk mempengaruhinya dengan berkata, " Dia itu bukan manusia, dia bidadari syurga sepertinya. Andai semua orang seperti dia. Baik. Tulus. Tak pernah dendam sama siapapun. Pasti dunia ini akan aman, damai, tentram dan bahagia".     

" Kenapa dia bisa? Tapi aku gak bisa? Aku gak bisa maafin orang-orang yang sudah jahat padaku. Mereka terlalu jahat untuk dimaafkan", jelas Max yang sebenarnya hatinya sudah tahu kalau Andre secara halus memintanya untuk menghentikan semuanya.     

Tak terasa Max menghabiskan dua porsi sop buntut pagi ini. Ia memang rakus untuk makanan yang satu ini. Setelah kenyang, mereka pergi ke ruangan masing-masing. Max ke ruangan pengendali paling atas. Dan Andre satu lantai dibawahnya.     

Lift berpintu kaca terbuka tepat di depan pintu ruang kerja Andre. Ia keluar dari lift itu dan masuk kesana. Max di lift lain juga sudah tiba di ruang pengendali. Naik ke ruang tempat meja kerjanya berada. Sepasang earphone kecil dipasang di telinganya. Earphone yang tersambung dengan speaker di kalung Andre. Dan lagi-lagi ia tak sama sekali mendengar apapun dari earhone yang dipasangnya.     

" Apa dia gak ngomong, ya?", tanya Max pada dirinya sendiri.     

" Siapa yang gak ngomong?", ucap Andre yang tiba-tiba datang menaiki tangga.     

Suara Andre yang tiba-tiba datang, tentu saja membuat Max terkejut dan berdalih, " Eh Kak Andre. Kok ada disini? Ada apa kak?".     

" Ada data yang harus ditandatangani. Aku mencari sekertarismu tapi tak ada. Jadi aku kemari", jawab Andre sambil tersenyum licik kemudian menyerahkan seberkas data kepada Max. Sebenarnya ia tahu kalau speaker berbentuk kepik itu ulah Andre. Pasti tadi ia sedang mencoba menguntitnya.     

' Aku tidak sebodoh itu, Max', ucap hati Andre sambil menunggu Max menandatangani berkas yang ia berikan. Dan tak sengaja ia lihat Max mengenakan sebuah earphone di telinganya. 3204. Tulisan itu tercetak di bagian atas earphone yang dipakainya. Membuatnya semakin yakin kalau Max yang memasangkannya di kalung miliknya.     

Tapi kenapa Andre bisa tahu? Apa dia mengawasi Max juga selama ini?     

Jadi...     

____________________________________     

Kemarin saat Andre berkunjung ke sel Beno. Awalnya ia hendak kembali ke kamarnya, di lantai dasar. Karena ia melihat Beno dibalik jeruji besi, ia merasa simpati dan kembali ke atas. Tapi sebelum ia kembali ke lantai penuh sel, Ia pergi ke kamarnya terlebih dahulu. Mengambil sebuah kalung di meja yang lupa ia pakai pada hari itu. Kemudian kembali ke sel menemui Beno.     

Jadi, saat ia bercakap-cakap dengan Beno, tanpa sepengetahuan para penjaga tentunya. Ia meminta Beno untuk meneliti benda apa yang ada di kalungnya. Setahu Andre, Beno adalah anak yang jago IT. Ia bisa memperbaiki benda-benda elektronik. Dan siapa tahu saja dia bisa mengetahui tentang benda itu.     

Beno akan mencoba mencari tahu benda itu. Andre akan kembali pukul 3 pagi. Saat semua masih tidur lelap.     

Setelah itu, Andre meninggalkan kalung kesayangannya dengan Beno beserta alat-alat yang akan dibutuhkan Beno nantinya.     

Setelah ditinggal Andre, Beno segera mengamati setiap detail benda itu. Mencoba membongkarnya, mencari tahu apa yang ada dibalik benda itu.     

'Sebuah Speaker? Tapi untuk apa? Siapa yang memasangnya?', pikir Beno.     

Jam berdenting setiap detiknya. Detik berganti menit. Menit berganti jam. Hingga jam menunjukkan pukul 3 dini hari. Andre terlihat mengendap-endap menuju sel Beno yang cukup gelap. Hanya sinar bulan yang masuk dari celah-celah lubang udara.     

" Bagaimana, Beno?", tanya Andre.     

Beno memperlihatkan isi bagian dalam benda kecil itu dan menjelaskan apa yang ada di dalamnya, " Dre, ini semacam speaker, jadi apa yang kamu bicarakan disini akan terdengar oleh si pendengar yang memasangnya. Tapi tenang saja, aku sudah memutuskan penghubungnya. Jadi dia tak lagi bisa mendengar apa rencanamu?".     

" Kamu tahu siapa yang melakukannya? Apakah Max yang melakukannya?", tanya Andre dengan penuh rasa penasaran.     

"Aku belum tahu pasti. Tapi didalam benda ini aku menemukan sebuah kode yang mungkin bisa langsung terhubung dengan earphone pemiliknya. 3204. Itu yang aku lihat di balik benda kecil ini, mungkin kamu akan tahu siapa pelakunya dengan melihat kode dibalik earphone seseorang yang kamu curigai", jelas Beno.     

" Baik. Makasih banyak, Ben. Aku janji aku akan membebaskanmu dari sini", balas Andre yang kemudian berhati-hati pergi dari sel Beno.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.