Pulau yang hilang

Terpisah



Terpisah

0"Max! Lepaskan mereka! Mereka yang membantuku kemari", tegas Andre pada adiknya itu.     
0

Max jahat tahu kalau mereka punya tujuan lain selain mempertemukan Ia dan Andre. Hingga ia bertanya dengan laga pura-pura tak tahu, " Apa sebenarnya tujuanmu kemari?".     

Andre terdiam, ia bingung, apa ia harus mengutarakan maksud kedatangan ia dan kawan-kawannya sekarang? Tapi mungkin harus ia coba.     

"Aku ingin kamu hentikan semua ini!", ucap Andre.     

Max yang telah merencanakan semua ini dari jauh-jauh hari, mana mungkin mau menuruti permintaan kakaknya itu. Max tak menjawab apa yang baru saja diutarakan kakaknya. Kemudian, ia mengajak kakaknya ke ruangannya di lantai bawah tanah.     

"Ayo! Ikut aku!", ujarnya sambil berjalan menuju lift.     

Andre mengira ia akan diajak untuk membebaskan teman-temannya. Karena tadi teman-temannya juga dibawa oleh lift itu. Jadi, ia mengikuti langkah adiknya itu. Ia sangat senang, adiknya mau menuruti permintaan kakaknya.     

Mereka berdua masuk ke dalam lift itu. Tombol berangka -12 ditekannya. Dan lift kaca itu pun bergerak ke bawah. Selama di dalam lift, mereka tak mengeluarkan sepatah kata pun. Andre hanya melihat-lihat ke sekitarnya lewat kaca di lift itu. Ia melihat banyak sekali lantai yang mereka lewati penuh dengan orang-orang yang sibuk dan desain setiap ruangnya sama. Kecuali lantai ke-9. Lantai itu bak penjara. Memang penjara sepertinya. Jeruji besi di kanan dan pintu-pintu biasa di kirinya. Dan lebih parahnya, ia melihat kawan-kawannya dibalik salah satu jeruji besi itu. Dan kenapa mereka tak berhenti disana?     

"Kenapa kita melewatinya?", tanya Andre keceplosan.     

"Melewati apa maksudmu?", tanya Max yang tak mengerti maksud Andre.     

Andre yang tadinya senang mengira mereka akan membebaskan teman-temannya, kini raut mukanya berubah. Tak dijawabnya pertanyaan Max. Hingga lift itu pun terhenti dan terbukalah pintu itu. Max berjalan keluar, diikuti oleh Andre.     

Max menuju pintu ruangan pribadinya. Ia membuka pengaman pintu itu dengan lensa matanya, dan akhirnya terbukalah pintu itu. Max masuk dan Andre pun mengikutinya.     

"Keren sekali tadi, Max. Kamu hebat, ya", puji Andre.     

Max hanya tersenyum, kemudian ia mempersilahkan kakaknya itu tinggal di ruangannya. "Kau tinggal saja disini, anggap saja rumah sendiri", ucapnya sambil pergi meninggalkan ruangan itu.     

"Kamu mau kemana?", tanya Andre pada adiknya, namun ia sudah terlanjur keluar dan menutup pintu itu.     

Sudahlah, Andre tak peduli hal itu. Ia ingin melihat-lihat apa yang akan ia dapat di ruangan itu. Ruangan itu cukup luas, kira-kira 7 meter x 7 meter. Ada tempat tidur nyaman nan lebar, tak seperti di sangkar penjara desa. Ruangan itu sangat modern. Ada juga kamar mandi, bersih dan serba putih. Di sisi lain ruangan itu, ada sebuah meja kerja lengkap dengan kursinya, tepat di belakangnya, disanalah sebuah jendela kaca terhalang tirai berada. Andre melangkahkan kakinya kesana. Sepertinya pemandangan menakjubkan ada disana.     

Disingkapkanlah tirai itu oleh tangan kanan Andre. Terbelalak matanya saat melihat aliran sungai deras begitu dekat dari tempatnya berpijak. Dengan cepat ia menutup kembali tirai itu. Baru kali ini ia melihat begitu derasnya sungai dari dekat.     

Jantungnya berdebar, ia berjalan menuju tempat tidur. Bayangan deras sungai masih ada di benaknya. Kemudian ia memejamkan matanya. Dan terlelaplah ia.     

~~~     

"Hei!!Lepaskan kami!!", teriak Candra dari dalam selnya. Tapi tak satupun penjaga merespon teriakannya itu. Sampai-sampai Candra pun mengulanginya berkali-kali.     

Hingga salah satu penjaga yang berdiri di dekat Candra pun geram dan mengancamnya, "Diam kau! Atau akan kutembak!".     

Candra, Beno, Dr. Ben dan Arash dimasukkan ke dalam sel yang berbeda namun saling bersebelahan. Penjaga berdiri di setiap sudut ruangan yang mereka tempati.     

Candra tak henti-hentinya berteriak meski penjaga telah mengancam akan menembaknya. Dan benar saja, pistol di tangan salah satu penjaga ditembakkan ke arah jendela.     

Dorr..     

"Aaaa!!!", jerit Arash ketakutan.     

Sontak saja membuat semua orang yang ada disana terdiam seketika .Peluru dari tembakan si penjaga itu membuat jendela kaca berlubang.     

"Diam kau! Atau aku tembak!", ancam penjaga itu lagi. Beno yang bersebelahan dengan Candra mencoba membuat Candra diam, "Candra! Diamlah! Kau bisa ditembak nanti". "Kita pikirkan cara lain, ya?", bisiknya.     

Candra akhirnya terdiam. Ia percaya, pasti ada cara lain untuk bisa keluar dari sana seperti yang dikatakan Beno.     

Lantas bagaimana cara mereka bebas dari sel itu? Dengan cara apalagi Tuhan menolong mereka?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.