Pulau yang hilang

Pertemuan Max dan Andre



Pertemuan Max dan Andre

0Beno dan Candra digiring menuju mobil, hendak dibawa ke penjara yang ada beberapa kilometer dari sana. Penjara itu sangat kejam. Mereka yang dijebloskan kesana, sulit untuk keluar. Tak diberi makan, minum, atau pakaian. Penjara itu tak seperti penjara yang terdapat banyak sel. Penjara itu adalah hutan. Hutan buatan Max lagi. Banyak sekali hutan buatannya.     
0

Tapi sebelum Beno dan Candra dimasukkan ke dalam mobil, ada pasukan lain datang dengan mobil, salah satu dari mereka menghentikan langkah para pasukan yang menggiring Beno dan Candra,"Berhenti! Akan kalian bawa kemana mereka?".     

"Mereka berusaha masuk melalui benteng samping, kami akan memasukkan mereka ke hutan Aleandro", sahut salah satu penjaga dari barisan penggiring Beno dan Candra.     

Namun, penjaga yang baru saja menghentikan berkata, "Mereka itu bagian dari orang-orang yang merusak Hutan Bubu, Bawa mereka menghadap Pak Max! Beliau menyuruh kita membawanya, kan?".     

Penjaga penggiring Beno termenung, 'Benar juga katanya', sahut dalam hatinya.     

"Ya sudah, mari kita bawa kesana!Ayo, jalan!", katanya sambil menarik Beno dan Candra.     

Beno dan Candra hanya terdiam, mematuhi perintah para penjaga itu. Hingga mereka dibawa masuk ke dalam benteng melalui gerbang yang begitu besar. Mata Beno tak henti-hentinya memandangi betapa luasnya halaman bangunan itu. Menapaki jalan aspal yang mengarah ke sebuah bangunan. Penjaga berkeliaran dimana-mana. Kematian ada di depan mata jika mereka melakukan perlawanan.     

Setelah memasuki pintu gerbang depan yang besar. Saat masuk ke bagian bangunan itu juga mereka memasuki pintu yang menjulang tinggi. Tapi sepertinya mereka memasuki gudang, banyak pengiriman barang kesana sepertinya, kardus-kardus besar, truk juga banyak.     

'Kenapa kita masuk ke gudang? Dimana penguasa itu? Aku ingin segera memukul wajahnya', pikir Candra.     

Berjalan begitu cepat sambil diiring para penjaga gagah di sekelilingnya. Hingga mereka keluar dari gudang itu, menuju gedung lain, menyusuri lagi jalanan aspal selebar 5 meter. Beno dan Candra semakin terheran dan kagum, benar-benar luas sekali bangunan ini. Antara bangunan gudang tadi dengan bangunan yang kini mereka tuju berjarak kira-kira 200 meter.     

~~~     

Disisi lain, Dr. Ben, Arash dan Andre terus menyurusi lorong sempit, Andre tak tahu kemana lorong itu mengarah. Hingga lorong itu terhenti, Dr. Ben di barisan paling awal, memutar pegangan pintu yang semacam kemudi mobil. Kemudian,     

Klek..     

Pintu terbuka didorong keluar oleh Dr. Ben. Ia memastikan disana tak ada orang. Karena seharusnya begitu, ruang itu sudah tak terpakai lagi. Tadinya itu adalah ruangan khusus untuknya melakukan reset dan penelitian.     

Tap....     

Ia turun dari lorong sempit itu. Kemudian membantu Arash dan Andre turun dari sana. Dr. Ben menyuruh Andre dan Arash memakai seragam mirip penjaga sebagai penyamaran. Tapi bagaimana dengan Andre yang masih memakai tongkat? Mana mungkin ia harus memakai tongkat tapi berseragam bagai penjaga.     

Andre mencoba berjalan tanpa tongkat dan..     

Itu bisa ia lakukan. Tapi masih tertatih tatih. Ia terus berusaha berjalan-jalan, berlari-lari, melompat-lompat. Hingga akhirnya kakinya sudah seperti biasa.     

Setelah itu Dr. Ben mencoba membuka pintu untuk bisa meneruskan perjalanan mereka. Tapi sepertinya pintu itu terkunci. Untungnya Dr. Ben punya kunci cadangannya. Ia simpan dibalik sebuah foto yang terpajang di dinding.     

Tak hanya sebagai tempat reset dan penelitian, tempat itu juga digunakan untuk istirahat. Ia menyukai ruangan itu. Arash melihat-lihat ruangan itu. Ia melihat sebuah foto pernikahan mereka terpajang di dinding. Ia meneteskan air mata, mengingat masa-masa indah bersama Dr. Ben.     

Tapi rasa sedihnya terjeda oleh ajakan Dr. Ben, " Ayo! Arash, Andre, kita pergi". Pelindung kepala tak mereka lupakan. Terpasang lengkap seperti penjaga disana.     

Mereka akhirnya pergi, Dr. Ben membuka pintu, mendongakkan kepalanya keluar, melihat situasi disana apakah aman atau tidak. Dan ternyata situasi cukup aman untuk mereka semua keluar.     

Berjalan gagah macam penjaga. Tanpa rasa takut mereka berjalan. Berlaga gagah seperti tentara. Segera menuju bangunan tempat Max berada. Tanpa dicurigai setiap penjaga yang ditemui.     

~~~     

Gubrak.....     

Beno dan Candra dijatuhkan ke lantai. Dihadapan mereka ada seorang pria tampan, gagah, dan berkaca mata berdiri sambil memasukkan tangan kanannya ke dalam saku.     

"Ini orang yang Bapak cari, kami hanya menemukan mereka, sisanya entah kemana", ucap Penjaga yang tadi menggiring Beno dan Candra.     

Pria berkaca mata itu merendah menyamai tinggi wajah Beno dan Candra yang terduduk di lantai.     

"Dimana kawananmu, hah?!", tanya pria itu dengan nada membentak.     

Beno dan Candra tak menjawabnya, mereka hanya memandang tajam pria itu yang saat ini telah kembali berdiri. Kemudian pria itu mulai berjalan mengelilingi Beno dan Candra sambil mengklarifikasi tentang perbuatan mereka, " Apa tujuan kalian menyusup ke tempatku? Kenapa kalian tak datang baik-baik saja? Dan jawab pertanyaanku tadi, Kemana teman kalian yang lainnya?!!".     

Beno mulai angkat bicara, " Kami ingin kalian bebaskan desa siaga, para makhluk aneh didalamnya diselamatkan, dan aku minta padamu hentikan semua ini! Kau membuat penduduk desa itu sengsara, tak bisa jadi manusia seutuhnya!".     

"Apa katamu? Aku harus menghentikan ini semua? Oh,, tidak semudah itu. Aku sudah merancangnya dari awal sebagai pembalasan dendamku pada kedua orang tuaku, dan jangan sampai kalian merusaknya. Bawa mereka ke sel kecil bawah tanah!", ucap pria gagah nan tampan itu.     

Para penjaga kembali membawa Beno dan Candra, mereka dipaksa berjalan meski tak mau. "Hei! Pria jahat! Dengarkan kami dulu!", ucap Candra sambil berusaha melepaskan diri dari cengkraman para penjaga.     

Tapi, tiba-tiba.....     

"Berhenti! Hentikan semua ini, Max!", ucap Andre yang datang mengenakan seragam kemudian melepas pelindung kepalanya. Tak lupa Dr. Ben dan Arash di belakangnya.     

Para penjaga segera mengelilingi mereka, menodongkan senjata ke arah Andre, Dr. Ben dan Arash.     

"Siapa kau? Sepertinya aku mengenalmu", tanya Max yang sedikit menyipitkan matanya.     

Andre mengeluarkan sebuah kalung bertuliskan nama Maxendra. Ya nama si penguasa itu. Mereka adalah kakak-beradik yang telah lama terpisah.     

"Andre?", ucap lemas Max. Ia kemudian mendekati Andre dengan raut muka sedih terpasang di wajahnya.     

Andre yang kala itu baru melihat lagi adiknya yang sudah tumbuh gagah nan tampan merasa senang bercampur sedih di hatinya, tak terasa tetesan air mata membasahi pipinya.     

Max mendekat, semakin mendekat, dan akhirnya jarak mereka hanya tinggal beberapa puluh centimeter saja. Max juga mengeluarkan kalung yang sama dari balik bajunya yang tergantung di lehernya. Dan mereka berpelukan, sendu tangis keluar dari wajah mereka berdua. Dramatis sekali kala itu. Mereka yang ada di ruangan itu menjadi saksi pertemuan mereka. Sejak dari kecil dipisahkan setelah beberapa tahun bersama orang tua angkatnya. Mungkin saat Max berumur 5 tahun. Mereka terpisah. Max ditinggalkan di rumah mewah seorang diri. Tanpa teman. Tanpa kakaknya. Dan tanpa orang tua angkatnya.     

"Kenapa kau meninggalkanku, Andre?", ucap Max yang tiba-tiba saja memecah kejadian dramatis tadi dan melepas peluknya.     

"Aku tak tahu, saat aku tersadar tiba-tiba saja aku bukan berada di sampingmu. Aku pun sedih terpisah denganmu belasan tahun. Dan kini, aku bertemu denganmu lagi, Adikku", jawab Andre.     

"Lalu siapa mereka? Kenapa kalian tak datang baik-baik saja padaku? Siapa mereka?", tanya Max,"Sebentar aku mengenalnya.Dr. Ben?", tambahnya sambil mendekati Dr. Ben.     

Dr. Ben tak berkata, ia hanya memandang santai wajah Max. Dulu ia pernah bekerja untuknya, namun ia kabur. Karena ia tahu apa yang dilakukan disana adalah sebuah kesalahan besar.     

"Pria pendek, terakhir kali aku melihatmu saat kau melarikan diri dari bentengku, kenapa kau pergi? Kenapa semua orang pergi meninggalkanku?", tanya Max dengan nada sedikit mengejek.     

"Apa salahku? Hanya sekedar ingin membalaskan sebuah dendam pada orang tua jahat. Apa itu salah, manis?", sambungnya lagi sambil menyentuh dagu Arash, istri Dr. Ben.     

Dengan spontan, Dr. Ben membentaknya, "Jangan sentuh dia!".     

"Kenapa? Ohh,, dia itu istrimu, ya? Dia cantik, badannya bagus, dan tak pantas untukmu, Pak Dokter mungil", ejeknya.     

"Bawa mereka semua ke sel! Kecuali Andre", perintah Max. Lalu para penjaga menuruti perintah Max.     

Mereka membawa Beno, Candra, Dr. Ben dan Arash ke sel bawah tanah. Jauh di bagian bawah.     

"Lepaskan mereka, Max!", bantah Andre pada Max.     

Max yang merasa tersinggung, ia berkata pada Kakaknya itu, " Kau mau ikut juga dengan mereka?".     

Andre menatap kawan-kawannya yang menuju lift hendak ke sel bawah tanah. Dan ia terdiam, di satu sisi ia kasihan dengan teman-temannya, di sisi lain, ia tak bisa menghalangi rasa senangnya saat bisa bersama Max lagi. Tapi kini ia telah menjadi Max jahat. Yang tak kenal kata kasihan. Bahkan pada kakaknya sekalipun.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.