Pulau yang hilang

Bantuan Andre



Bantuan Andre

0Para tahanan di sel, diberi waktu untuk keluar sel hanya 3 kali sehari. Pagi dan siang hari. Yang beragama muslim pun sama. Jadi mereka hanya bisa beribadah di dalam sel. Kecuali tiga waktu itu, pagi, siang dan malam.     
0

Saat makan pagi keesokan harinya, Beno dan Candra duduk bersama lagi. Mereka kembali berbincang tentang tempat yang mereka diami kini.     

"Kepala desa sangat sayang kepada penduduk desa ini. Jadi jika ia mendengar ada yang berasal dari luar. Ia akan langsung memenjarakannya apapun itu alasannya. Kepala desa takut, jika yang datang dari luar itu berasal dari para penguasa itu seperti penyusup yang kukatakan", jelas Candra.     

Candra begitu tahu banyak hal tentang tempat ini. Karena ia satu-satunya penduduk yang paling lama tinggal disini. Semua penduduk sudah bukan manusia asli. Kecuali orang-orang yang berada di sel masih manusia seutuhnya. Mereka melakukan kejahatan, sehingga mereka pun dilarikan ke penjara.     

"Sudah dari dulu Pak Kepala desa mencari penawar dari penyakit manusia jadi-jadian itu, tapi belum juga ia temukan penawarnya. Hanya para penguasa yang tahu. Saat Pak Kepala desa hendak berbicara baik-baik kepada penguasa, ia malah diusir dan diancam akan dibuat seperti manusia jadi-jadian", Jelas Candra lagi setelah menelan makanannya.     

Tiba-tiba ide terlintas di pikiran Beno. Ia pun mengutarakannya kepada Candra," Kau kan pernah bilang, kalau penyusup itu berasal dari kalangan para penguasa. Kita coba saja dekati dia. Siapa tahu dia mau berbicara kepada kita".     

" Itu ide yang brilian, nanti kita coba oke", kata Candra penuh semangat.     

Untuk kali ini piket bergilir mulai diadakan. Seusai sarapan pagi, Beno dan Candra mendapat giliran piket halaman sekitar sel. Penjara itu dibentengi dinding dengan pintu gerbang cukup besar di bagian depannya. Di dalamnya terdapat banyak semacam sangkar besar untuk menggantung para tahanan. Penjara itu hanya beralaskan rumput. Jadi mereka harus membersihkan juga memotong rumput yang telah meninggi.     

Beno dan Candra mendapat bagian belakang penjara untuk dibersihkan. Mereka pergi menuju bagian belakang penjara sambil membawa gunting rumput, sapu dan juga pengki. Beno yang akan memotongi rumputnya dan Candra yang menyapunya. Baru kali ini Beno merasakan lelahnya memotong rumput, bila di rumahnya ia tak perlu susah payah memotongi rumput, biar saja Ibunya yang mengerjakan semua itu. Dan saat tahu itu sangat melelahkan, ia baru sadar kalau ia selalu meremehkan ibunya, padahal ibunya yang sakit-sakitan itu telah melakukan semuanya sendiri tanpa mengeluh sedikit pun. Ia sedih teringat akan Ibunya. Ia ingin pulang. Ia rindu Ibunya.     

Keringat mulai membasahi baju seragam tahanan mereka. Dan kegiatan mereka seketika saja terhenti saat melihat sel berbentuk sangkar yang cukup besar. Lebih besar dari sangkar yang lain. Sangkar itu lebih tertutup. Besi-besi penghalangnya lebih rapat. Pintunya dari lembaran besi yang cukup lebar. Beno dan Candra mulai mendekat ke sangkar itu untuk melihat siapakah yang ada didalamnya. Saat mereka berhati-hati mengintip ke dalam sangkar itu, betapa terkejutnya mereka karena saat itu pula ada sepasang mata yang melihat ke arah mereka dari dalam. Cukup mengejutkan. Karena terkejut, mereka pun lari, berpindah tempat.     

"Siapa itu Ben?", tanya Candra ketakutan.     

Beno menggeleng-gelengkan kepalanya tanda ia tak tahu siapa yang ada di dalam sangkar besar itu.     

Semua pekerjaan telah mereka kerjakan. Jam besar di bagian depan tepatnya di atas pintu gerbang menunjukkan pukul 10.00. Mereka kembali lagi diiring oleh penjaga ke selnya masing-masing.     

Kembali masuk ke sangkar. Rebahan di kasur yang lumayan membuat Beno nyaman hingga ia tertidur lelap.     

Sedangkan Candra, ia meminta baju terlebih dahulu kepada penjaga karena baju yang tadi ia pakai telah basah oleh keringatnya. Setelah itu, ia juga mengistirahatkan tubuhnya di tempat tidur.     

Tak terasa, waktu berjalan begitu cepat. Waktu makan siang telah tiba lagi. Bel berbunyi. Candra dan Beno terbangunkan oleh bel yang berdering begitu kerasnya. Mereka bangun lalu keluar lagi dari sel mereka kemudian berjalan menuju ruang makan.     

Rasa kantuk masih terlihat dari mata Beno yang baru saja 2 jam terlelap. Mengapa ia harus terbangun juga ia kan masih ngantuk, dalam hatinya. Namun terpaksa saja ia bangun demi mendapat sepiring nasi dengan lauk seadanya namun terasa lezat-lezat saja rasanya.     

"Terima kasih Tuhan", katanya.     

Mereka masuk ke ruang makan, mengantri, mendapat jatah makanan, lalu duduk. Tapi kali ini mereka tak akan duduk di tempat biasa melainkan di dekat si penyusup. Tepatnya di pojokan bagian depan.     

Beno dan Candra duduk disamping penyusup itu. Mereka meminta izin terlebih dahulu pada penyusup itu, "Bolehkah kami duduk di sampingmu? ".     

Penyusup itu hanya terdiam. Tapi Beno dan Candra duduk begitu saja. Mereka pikir mungkin diam adalah tanda memperbolehkan duduk dari si penyusup.     

" Aku Beno", kata Beno kepada Penyusup itu. Begitu pun Candra, ia pun memperkenalkan dirinya.     

"Aku Andre", ucap Penyusup dengan suara serak dan beratnya.     

Setelah berkenalan, makanan pun mulai memasuki mulut mereka. Dikunyahnya makanan itu lalu ditelan.     

" Kenapa kamu bisa ada di tempat ini? ", celetuk Beno.     

Kira-kira satu menit menunggu, Pertanyaan Beno belum juga dijawab oleh Andre. Tapi tiba-tiba Andre berkata, " Apa yang kalian inginkan dariku? ".     

Beno dan Candra terkejut. Apa Andre bisa tahu apa yang ada di pikiran mereka?. Tapi karena tak mau kelihatan kaget dan panik. Candra pun menjawab, "kami hanya ingin mengenalmu, kami selalu melihatmu sendirian, mungkin kami bisa jadi temanmu".     

"Tak usah kalian temani saya, saya tak butuh teman", gertak Andre.     

" Manusia itu mahluk sosial, dan pasti membutuhkan bantuan orang", timpal Candra.     

Andre tak mau kalah obrolan dengan Candra yang duduk tepat di sampingnya," Tapi aku tak butuh bantuan kalian!!".     

Beno yang sudah kesal dari tadi, tanpa basa-basi ia mendekatkan wajahnya ke wajah pria bernama Andre itu dan memberanikan diri untuk berbicara, " Kami butuh bantuanmu".     

"Apa yang kalian butuhkan? ", tanya Andre dengan tatapan tajam ke arah Beno.     

"Bisakah kamu memberitahu kami adakah penawar untuk para penduduk yang menjadi manusia jadi-jadian?", tanya Candra kepada Andre.     

Awalnya Andre mengaku tak tahu. Tapi setelah terkena bujukan Beno, ia pun berhasil membuat Andre jujur dengan berkata, " Sebenarnya aku kurang tahu tentang ada atau tidaknya penawar itu, Tapi aku tahu dimana laboratorium mereka berada dan besar kemungkinan mereka pasti menyimpannya disana. Jika ingin tetap pergi kesana pun penjagaannya begitu ketat. Aku pikir kita tak akan bisa menembusnya. Kita akan mati sebelum membawa penawarnya tanpa membawa perbekalan yang cukup".     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.