Pulau yang hilang

Desa siaga dan Penjara



Desa siaga dan Penjara

0Sapi-sapi yang hendak menyusup lewat celah gerbang yang terbuka tadi tak bisa melancarkan aksinya. Mereka terlambat dan malah menubruk gerbangnya.     
0

Langkah sapi-sapi yang terlalu cepat menyulitkan mereka untuk mengerem langkahnya. Sehingga mereka tak bisa menahan diri mereka dan akhirnya menabrak gerbang dari besi yang kuat itu.     

Uh..akhirnya mereka sudah aman dari sapi-sapi itu.     

Beno terbangun dari keterbaringannya. Melirik gadis itu yang sejak 10 menit tadi duduk disampingnya. Dia cantik alami. Beno menatapnya cukup lama, hingga gadis itu sadar kalau Beno sedang menatapnya.     

"Kenapa kamu liatin aku kayak gitu?!" Bentak gadis itu.     

Tatapan Beno pada gadis itu membuyar. Cepat-cepat ia alihkan pandangannya ke arah lain sambil menimpalinya, "Gak, gak apa-apa,"     

"Oh iya, aku Beno," Ucap Beno mengalihkan ucapan gadis berambut ikal itu. Ia mengulurkan tangannya pada Gadis manis itu.     

Bukannya menjawab dan membalas uluran tangan Beno, Gadis itu malah berdiri dari tempatnya.     

Memandangi ke sekitar. Membersuhkan bajunya dari rumput-rumput kecil yang menempel. Kemudian kembali menatap Beno yang masih di posisi duduk lebih rendah darinya.     

Beno hendak menarik kembali uluran tangannya ke tempat semula. Namun, Gadis itu langsung menyambutnya dan menyebutkan namanya,"Aku Elia,"     

Simpul senyuman di bibirnya nampak sempurna. Dia cantik. Beno semakin terpesona padanya. Selang 30 detik, Beno tak juga melepas tangan Elia, nama Gadis itu. Elia pun menarik tangan milik Beno, sehingga kesadarannya kembali. Beno pun berdiri menyamai posisi Elia.     

Elia, Gadis manis putri semata wayang Kepala desa disana. Dia pun berjalan terlebih dahulu meninggalkan Beno yang lagi-lagi terkesima pada paras Elia.     

"Hei!! Tunggu aku!!" Teriak Beno saat Ia akhirnya menyadari jikalau Ia ditinggal disana oleh Elia.     

"Selamat datang di desa kami, desa siaga" Ucap gadis itu saat menyadari keberadaan Beno dari suara gesekan langkah kakinya dengan tanah.     

"Desa yang aman, tenang, tentram, sebelum kedatangan penguasa jahat'" Lanjut Elia.     

Beno tak banyak menanggapi perkataan Elia, dia asyik melihat-lihat ke sekitarnya. Rumah penduduk tertata rapi. Sepertinya, desa ini berada di bagian tengah labirin itu. Tapi entahlah, Yang pasti berbentuk persegi panjang. Dua buah Pintu Gerbang masuk, di bagian kiri dan kanan. Rumah penduduk di bagian tengah. Bagian pertanian dan ladang di sudut kanan dekat pintu kiri. Bagian peternakan di seberangnya. Bagian permesinan dan industri di sudut dekat pintu kanan. Dan di seberangnya, ada sebuah Pasar. Adapun di bagian tengah, ada rumah yang berbeda dengan rumah penduduk, agak besar dibanding rumah penduduk. Mungkin itu rumah semacam kepala desa, pikir Beno. Dan disampingnya, ada sebuah tempat, terbuat dari dinding sepenuhnya, tanpa jendela, hanya terdapat satu pintu di bagian depannya. Empat orang penjaga di setiap bagiannya. Lengkap dengan senjata yang mereka bawa, semacam tombak, ujungnya lancip seperti pisau tajam yang siap menghunus siapa saja yang menjadi lawannya.     

Dibalik semua itu, Mereka kelihatan hidup bahagia, hidup apa adanya, tapi makmur.     

"El, apa kamu tau kapan pintu gerbang di depan terbuka? Aku mau pulang" Tanya Beno.     

"Gerbang pemisah maksudmu?" Tanya balik Elia.     

Beno bingung, mengapa Elia menyebutnya gerbang pemisah?. Tapi ia mengiyakan saja maksud Elia.     

Mungkin mereka memang menyebutnya atau menamainya sebagai Gerbang Pemisah.     

" Gerbang itu adalah gerbang pemisah antara desa kami dengan para pengawas, entah kapan Gerbang itu akan dibuka kembali, entah kapan labirin itu menghilang dari sini, entah kapan kami bebas , aku tak tahu itu Beno! Tapi yang pasti para pengawas akan datang setiap bulannya, entah apa yang mereka inginkan dari kami, kami selalu melawan, kami tak akan kalah, tapi senjata mereka lebih canggih dari tombak milik kami. Mereka menjarah hasil pertanian kami, semua hasil perkebunan, hasil kerja keras kami dirampasnya, rasanya seperti dijajah,"Jelas Elia.     

'Para pengawas? Siapa mereka? Dunia jahat? Apa itu? Banyak pertanyaan yang sebenarnya ingin ia tanyakan, namun nanti sajalah,' Pikirnya.     

"Tapi! Sejak 2 bulan belakangan ini aku tak pernah lagi melihat mereka, mungkin karena salah satu dari mereka berhasil kita tangkap," Tambah Elia.     

"Kamu berasal dari mana? Mengapa tiba-tiba ada di Labirin? Biasanya yang pergi ke Labirin hanya orang-orang petarung, dan mengapa baru kali ini aku melihatmu? " Tanya Elia secara tiba-tiba.     

"Aku berasal dari Pulau Masakambing. Aku pergi memancing bersama temanku. Tiba-tiba badai menerjang perahu kami. Dan aku tak tahu mengapa tiba-tiba aku ada di pantai dibalik dinding besar itu" Jelas Beno.     

"Berarti kamu berasal dari kawasan para pengawas itu?" Tanya Elia dengan suara agak keras. Suara Elia itu terdengar oleh warga sekitar, yang mana mereka akan sangat agresif bila mendengar kata "Pengawas".     

"Atau jangan-jangan.. Kamu salah satu dari mereka?!" Terka Elia.     

Para warga yang mendengar suara Elia itu segera mendekat ke arah Elia. Mengerumuni Beno dan juga Elia.     

"Siapa yang berasal dari Kawasan pengawas?" Tanya seseorang dengan raut wajah garangnya.     

Elia menjaga jarak dari Beno sambil memandangnya ketakutan. Elia menunjuk ke arah Beno tanpa mengatakan apapun. Seseorang berwajah garang tadi, sepertinya semacam polisi atau penjaga.     

Penjaga itu mendekat ke arah Beno. Membelalakkan matanya ke arah Beno yang lebih rendah darinya.     

" Kamu salah satu dari mereka, Hah?!" Tanya Penjaga itu dengan suara yang berat dan serak.     

Tubuh Beno seketika mulai gemetar ketakutan, tapi ia bukan berasal dari orang-oramg yanh dituduhkan Elia itu. "B.. Bukan , aku bukan para pengawas yang kalian maksud. Aku memang berasal jauh dari balik dinding itu. Tapi aku tak bermaksud jahat disini. Aku hanya ingin kembali ke rumahku" Jelas Beno dengan gemetar.     

Penjaga itu tak percaya dan tak peduli pada alasan yang Beno berikan. Ia menyuruh penjaga lain, mungkin bawahannya untuk memenjarakan Beno sebelum terjadi apa-apa.     

Beno pun diiring oleh dua penjaga berbadan besar yang merupakan bawahan penjaga berwajah sangar tadi. Beno tak bisa berbuat apa-apa, ia dikawal oleh dua penjaga di kanan dan kirinya. Ia berpikir, "Aku tak bersalah disini, Mengapa aku mau diiring dua penjaga ini?" Gerutu dalam benaknya.     

Ia berniat akan melarikan diri dari dua penjaga itu. Karena ia sedang digandeng oleh kedua penjaga itu, Ia mencoba mengayunkan kakinya ke arah samping, hendak menendang penjaga di kirinya.     

Bugh..     

Ia berhasil, penjaga itu merasa kesakitan di bagian perutnya.     

Lengan kiri Beno telah lepas dari genggaman satu penjaga. Kini tinggal penjaga satunya. Ia kembali memukul dibagian perut penjaga itu. Yaps, dan akhirnya ia berhasil lepas dari cengkraman kedua penjaga itu. Setelah lepas, Ia mendorong mereka berdua hingga terjatuh. Ia lari menjauh dari kedua penjaga itu. Ia terus melihat ke belakang untuk memastikan bahwa kedua penjaga tadi tidak mengejarnya.     

Tiba-tiba karung goni menutup kepalanya sampai ke dadanya. Tubuhnya ditangkap oleh pria berbadan besar nan gagah hingga Beno tak bisa bergerak. Ia mencoba menggertak, tapi usaha itu tak berbuah.     

Malah kelelahan yang ia rasakan. Kini Beno tak bisa merasakan kakinya berpijak di atas tanah melainkan mengambang kira-kira 30 cm dari tanah. Sepertinya pria yang tadi menangkapnya yang mengangkat tubuh Beno.     

"Lepaskan aku!!" Teriak Beno sambil menggoyang-goyangkan badannya di pangkuan pria itu.     

Pria itu hanya diam tak berkutik saat Beno terus menggertak. Dia hanya berjalan sembari mengangkat tubuh Beno di bagian depan tubuhnya. Entah kemana ia akan membawa Beno. Beno tak bisa melihat apapun dari balik karung goni itu.     

Pengap semakin terasa, meski tak terlalu gelap karena cahaya mentari masih bisa menembus karung goni itu. Tapi bau dari karung goni itu membuat kepala Beno semakin pening dan pusing, ditambah lagi oksigen yang tak bisa secara maksimal dihirup oleh Beno. Hingga akhirnya ia tak bisa lagi merasakan eratnya dekapan lengan kekar pria yang mengangkatnya, tubuhnya berhenti bergerak, dia tak sadarkan diri.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.