Pulau yang hilang

Bermula



Bermula

0"Buu.. Apa aku harus makan dengan sepotong telur saja, hah?!" Tanya beno sinis saat ia membuka tudung saji di atas meja makan rumahnya. Dan saat itu ia hanya mendapati sepotong telur ayam goreng buatan Ibunya yang sebagian lain habis dilahap Sang Ayah.     
0

Ibunya menghampiri Beno dan berkata sambil tersenyum, " Ikan hasil tangkapan Bapakmu sedikit, jadi kita hanya bisa makan ini saja".     

Beno yang kesal dengan Ibunya, ia bercakap pada Ibunya dengan nada tinggi, "Apa Ibu tak punya simpanan uang?! Atau cadangan makanan yang lebih baik dari ini?!"     

"Ibu minta maaf Beno, tapi hanya itu makanan kita yang tersisa," Jawab Ibunya memelas, karena keadaan ekonomi mereka memang sedang menurun saat ini, Ayah Beno yang berprofesi sebagai nelayan, kali ini sedang tertimpa kesialan, ia hanya mendapat sedikit ikan dari hasil berburunya.     

"Apa?! Hanya ini? Ibu macam apa kau ini?! Makanan untuk anaknya saja seperti ini! Aku bosan, makanan kita setiap hari itu-itu saja! Aku bosan Bu! Aku bosan!!" Bentak Beno yang berhasil membuat air mata Bu Lasmi jatuh mengalir deras. Ia hanya terduduk manis di kursi ruang makan itu sambil menangisi perbuatan anaknya itu.     

Ayah Beno yang ada disana mendengar ucapan kejam Beno kepada ibunya, ia menghampiri Beno dan berkata, "Jangan seperti itu, Nak. Ini pun pemberian Tuhan. Bersyukurlah. Nanti bila ayah dapat rezeki, akan ayah belikan apa yang kamu mau,"     

"Lantas aku harus makan dengan telur lembek inikah Yah?" Sindir Beno yang mengangkat jijik telur yang sudah dingin itu kemudian melemparnya kembali ke atas piring.     

"Janganlah kau berbicara macam itu, Beno! Selepas Tuhan kasih kau azab, baru tahu rasa Kamu!" Ucap Ayahnya dengan perasaan kesal memenuhi hatinya.     

"Berisik!! Jangan bawa-bawa Tuhan itu, katanya Dia sayang semua makhluknya, masa aku hanya diberi telur lembek saja," Gerutu Beno.     

"Sadar Beno!" Pelas Sang Ibu yang masih terisak dengan tangisnya. Beno hanya menghiraukan ucapan Ibunya itu. Tiba-tiba terdengar suara seseorang memanggil nama Beno dari luar rumah, " Beno!!"     

Beno yang mengenal suara siapa yang barusan memanggilnya ia pun segera menuju ke pintu depan untuk menghampiri temannya itu.     

"Ada apa?" Tanya Beno.     

" Mancing nyok!" Ajak Indra, salah satu temannya sedari kecilnya itu.     

Beno yang kebetulan saat itu tengah lapar, ia pikir itu adalah ide bagus. Ia pun meminta temannya itu untuk menunggunya sebentar sementara ia mengambil terlebih dahulu alat-alat pancingnya. Ia juga membungkus nasi yang telah dimasak oleh Ibunya. Jikalau ia nanti dapat ikan, ia akan langsung membakarnya dan melahapnya dengan nasi.     

Setelah siap, mereka pun pergi menuju Kapal yang telah disiapkan Indra sejak pukul 9 pagi tadi. Kapal itu milik Ayahnya yang merupakan seorang juragan Kapal.     

Langit begitu cerah kala itu, sembari melangkah temannya itu berkata, " Cerah banget ya cuacanya,"     

Setibanya di dermaga, deretan Kapal menghalangi pemandangan laut biru yang kontras dengan langit pukul 10 pagi hari. Indra naik ke Kapal itu terlebih dahulu. Kapal layar nan gagah senilai milyaran rupiah milik Sang Juragan Kapal. Beno sampai terkagum-kagum pada setiap sudut Kapal itu. Kapal ini benar-benar mewah.     

"Ben! Beno! Ayo naik!" Ajak Indra yang berhasil membuyarkan kekaguman Beno.     

Beno pun naik ke atas kapal yang telah disiapkan Indra itu dengan semangat. Baru saja ia menginjakkan kaki di atas lantai Kapal mewah itu, seseorang dengan suara berat memanggilnya.     

"Beno!! Tunggu!!" Seru orang itu seraya mengangkat-ngangkat kedua tangannya sambil berlari ke arah dimana Kapal Beno berada.     

Beno mencari sumber suara itu, seketika saja ia memutar bola matanya kesal setelah melihat kalau Ayahnya lah yang memanggil namanya. "Apa lagi sih?!" Kesal Beno pada Pak Bagas saat ia telah tiba di Kapal yang sudah Beno naiki.     

"Ini, pakai jaket ini!" Pinta Sang Ayah sambil menyodorkan sebuah jaket loreng berwarna hijau army. Jaket itu bekas Sang Ayah saat masih menjadi Tentara Angkatan Laut. Sangat hangat bila udara dingin, namun tidak gerah saat cuaca panas.     

Beno hanya mematung disana. Tak mengambil maupun menolak jaket itu. Hingga beberapa menit kemudian Indra melihat mereka dan berkata, "Ambillah Beno! Mungkin di laut nanti kamu akan butuh itu!"     

"Ada benarnya juga kata Indra, terpaan angin sangat kencang disini," Timpal hati Beno yang kemudian mengambil dan mengenakan jaket pemberian Ayahnya itu. Sang Ayah pun menjauh dari Kapal Indra.     

Indra segera masuk ke dalam ruang kemudi lalu menekan sebuh tombol untuk menaikkan jangkar Kapal itu. Menyalakan mesin lalu membentangkan layar selebar-lebarnya. Dan tak menunggu lama Perahu layar yang katanya paling canggih itupun meluncur menuju laut lepas yang katanya banyak dihuni ikan lezat.     

"Kita berhenti dimana nih, Dra?" Tanya Beno saat Kapal mereka baru beberapa mil saja dari Dermaga.     

"Kita Ke Lautan ini," Seru Indra seraya menunjuk ke arah layar yang berfungsi sebagai penunjuk arah bagi mereka. Sebuah tempat dengan warna biru pekat ditambah tanda titik merah diatasnya. Tanda itulah yang menjadi tujuan mereka.     

Tinggal beberapa mil lagi mereka tiba di laut yang dituju. Namun saat jarak mereka sudah semakin dekat dengan tujuan, gumpalan awan hitam sudah berada tepat di depan mereka.     

"Ben, balik yuk! Liat tuh awan serem banget," Ajak Indra setengah ketakutan sambil menunjuk ke arah awan itu. Setelah diajak melaut sedari kecil, baru kaii ini ia meliihat awan semenyeramkan itu.     

"Alah penakut kamu," Ejek Beno," Ayo lanjut aja, gak bakal kenapa-napa juga kali, itu cuma awan biasa, aku pernah liat awan lebih serem dari itu, awan itu gak ada apa-apanya sama awan yang pernah aku liat," Tambah Beno yang padahal Ia pun merasa ketakutan akan keberadaan awan itu.     

Namun dengan memberanikan diri, mereka pun terus melanjutkan pelayaran mereka.     

Semakin berlanjut, awan menyeramkan tadi semakin dekat dengan keberadaan mereka. Indra kembali risau, namun Beno berusaha menenangkan perasaan Indra," Udahlah, udah mau sampai ini,"     

Tibalah mereka di laut yang dituju, jangkar diturunkan. Anehnya, awan yang tadinya seperti semakin dekat kini menghilang. Mereka lega, karena awan itu benar-benar sudah tidak ada.     

"Kan sudah kubilang, awan itu tak berbahaya," Ujar Beno, yang sebenarnya tak tahu apa yng sebenarnya akan terjadi.     

"Iya kamu benar, Ben," Sahut Indra.     

Mereka menyiapkan alat-alat pancing yang akan mereka gunakan. Setelah siap dengan umpannya dan alat pancing lainnya. Kail mulai mereka lempar. Tak menunggu lama, umpan Beno disambar ikan yang cukup besar. Ia berusaha menariknya, namun tak kuat. Ia pun meminta bantuan Indra. Namun tak ada guna upaya mereka. Kapal layar yang cukup besar milik Indra malah terseret ikan itu.     

"Ikan macam apa ini?!" Gerutu Beno.     

"Lepas aja Ben!!" Teriak Indra yang gagal membantu Beno menarik ikan di kailnya dengan membuat mundur Kapalnya. Namun usaha itu gagal, mesin Kapal mereka malah mati.     

Tiba-tiba awan hitam yang mereka takuti tadi muncul kembali kini berada tepat di atas mereka, dan ikan itulah yang membawa mereka kesana.     

"Ben! Ben liat awan itu!" Ucap Indra terbata sambil ketakutan.     

Beno yang awalnya tak pernah takut akan apapun, baru kali ini ia melihat awan hitam pekat disertai sambaran kilat. Ia sangat ketakutan. Rasa takut mereka semakin menjadi. Namun bingung apa yang harus diperbuat lagi. Alat pancing Beno terasa ringan kini, saat mereka berada tepat di bawah awan menyeramkan itu.     

"Dra? Tunggu apalagi?! Ayo pergi dari sini!!" Seru Beno yang juga sudah sangat ketakutan kala itu. Apalagi Indra, dia sudah terkencing di celana sembari menatap awan itu ketakutan.     

Indra pun segera memcoba menyalakan mesin Kapalnya yang sejak ditarik ikan menjadi mati.     

"Mesinnya gak mau idup, Ben!!" Ucap Indra ketakutan.     

Beno pun mencoba menyalakan mesin Kapal mereka, namun apa daya, tak ada perubahan apapun meski Beno yang melakukannya.     

Guncangan mereka rasakan di atas Kapal dan hal itu membuat Beno hampir terjatuh. Perlahan bagian belakang Kapal mereka terangkat. Mereka terkejut sekaligus penasaran apa yang sebenarny terjadi pada Kapal mereka. Saat mereka perhatikan dengan seksama, sudah terpampang sebuah pusaran air di hadapan mereka. Kapal mereka juga sudah terlanjur masuk ke lingkaran pusaran air. Kapal mereka semakin menukik, Bagian belaknga Kapal mereka semakin terangkat sedangkan bagian depannya semakin masuk ke dalam pusaran air. Indra dengan sigap berlari menuju bagian belakang yang mulai terangkat itu, Beno mencoba mengikuti langkah Indra, namun sayang Ia malah tergelincir dan jatuh masuk ke dalam pusaran air laut yang dalam itu.     

"Beno!!!" Teriak Indra saat Beno perlahan masuk dan akhirnya lenyap ditelan pusaran itu.     

Namun apa daya, tak ada yang bisa ia lakukan kini, ia hanya terus mencoba menyelamatkan dirinya.     

Berpegangan pada ujung besi yang ada di bagian belakang Kapalnya. Namun sepertinya hal itu hanyalah sia-sia belaka, Kapal itu juga perlahan masuk ke dalam pusaran air. Perlahan lenyap bagai ditelan pusaran ganas itu. Lepas itu, entah apa yang terjadi dengan mereka di dalam pusaran air itu.     

Namun sepertinya Kapal yang masih berisi Indra terus saja masuk, semakin masuk, terus masuk, hingga tak nampak lagi bahkan bagian ujung tertinggi layarnya sekalipun     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.