Pulau yang hilang

Terbangun di ruang lain



Terbangun di ruang lain

0"Uhuk.. Uhuk.." Langit terbatuk hingga ia tak sadarkan diri.     
0

"Apa biasanya mereka yang dicekoki akan seperti ini?" Tanya penjaga yang ternyata adalah Jo itu. Tak bisa disangka ternyata ia masih punya rasa curiga yang besar pada Langit hingga ia berusaha menyingkirkannya.     

Dokter Ace memasang wajah heran, ia juga kebingungan kenapa Langit bisa seperti ini saat dicekoki, "Biasanya mereka tak akan terbatuk seperti ini, sepertinya dia tak mengambil napas seperti yang aku aba-abakan tadi,"     

Waktu Dokter Ace memberi aba-aba untuk menarik napas, ternyata Langit tak mengikutinya, sebaliknya ia malah menghembuskan napas hingga ia terbatuk-batuk.     

Tapi...     

Yang sebenarnya terjadi di dunia lain adalah..     

"Uhuk.. Uhuk.."     

Saat Langit terbatuk ia tersadar namun bukan di tempat terakhir ia berada melainkan di tempat yang sama sekali ia tak tahu keberadaannya.     

Ia terbangun di dalam kapsul besar yang separuh terbuka penutupnya.     

'Dimana aku?' Tanya batinnya.     

Ia pun segera terbangun, menarik napas, dan melihat sekelilingnya. Ternyata bukan hanya satu kapsul milik dirinya saja disana, melainkan banyak kapsul berisi manusia lain disana. Jumlahnya lumayan banyak, hampir memenuhi ruangan seluas 80 m² itu. Lampu ruangannya padam, namun Langit masih bisa melihat sekeliling meski terbatas.     

Hap..     

Ia turun dari kapsulnya, berjalan tanpa alas kaki di atas lantai yang dingin. Ia menatap tubuhnya, pakaian penjaga yang terakhir kali ia pakai telah diganti entah oleh siapa. Ia hanya memakai pakaian seperti pakaian pasien di rumah sakit. Tapi ia tak mempedulikan itu, tujuannya kali ini ingin mencari tahu dimana ia sebenarnya berada. Tempat ini benar-benar baru dilihatnya.     

Dengan penglihatan yang serba terbatas, ia berusaha mencari petunjuk. Kapsulnya berada di tengah-tengah kapsul lain. Di ujung ruangan ada cahaya lain dari pintu yang terbuat dari kaca. Ia berusaha mendekat.     

Saat ia menuju pintu yang dituju, ia sempat melihat beberapa isi dari kapsul lain disana. Manusia-manusia di dalamnya tampak tertidur pulas. Beberapa alat menempel di tubuh mereka, entah untuk apa itu, ia tak tahu.     

Namun, sebelum akhirnya ia sampai di pintu yang dituju, seseorang telah membukanya lebih dulu dari luar.     

Dcit...     

Pintu besi yang terdengar berat terbuka. Dengan sigap Langit bersembunyi di antara kapsul-kapsul lain yang ada di dekatnya.     

Brayyy...     

Ruangan menjadi terang secara otomatis ketika pintu itu dibuka seseorang yang baru saja masuk ruangan itu dengan tergesa.     

"Kenapa pria itu tiba-tiba tak bisa dikendalikan?!" Tanya seseorang yang terdengar oleh Langit dari persembunyiannya.     

"Hhhhhgrhhh!!! Menyusahkan saja! Para tetua kan jadi memintaku kemari!" Sambungnya sambil terus berjalan ke arah kapsul tempat Langit terbangun tadi.     

Pintu yang masih terbuka, seseorang yang tadi masuk terdengar melangkah semakin jauh darinya, dan tak ada penjagaan apapun di pintu masuk yang tak jauh dari jangkauannya kini, seolah hal itu menjadi kesempatan bagi Langit untuk mencari tahu dimana sebenarnya ia berada.     

'Aku harus coba keluar, sepertinya dia mencariku,' Gumamnya seraya melangkah sambil jongkok dengan hati-hati menuju pintu masuk yang masih terbuka.     

Matanya mendelik ke kanan-kiri lorong saat tiba di ambang pintu. Ia pun berdiri saat tak didapati siapapun disana. Tubuhnya perlahan menoleh ke belakang untuk memastikan seseorang yang masuk tadi tak memergokinya. Namun, tiba-tiba..     

"Hei! Mau kemana kamu?!!" Tanya seseorang yang baru masuk tadi dan ternyata ia melihat Langit melangkah keluar. Langit yang hanya tinggal melangkah keluar dari pintu, dengan cepat ia menutup pintu berdecit itu.     

Brughh..     

Pintunya tertutup rapat dan secara otomatis lampunya pun padam.     

"Heiii!!! Kamu!!! Buka pintunyaa!!" Teriak seseorang namun tak dapat tertembus ruangan kedap suara tempat kapsul-kapsul berisi manusia tadi berada. Seseorang yang tadi masuk tergesa pun terjebak didalam ruangan itu dalam kegelapan dan lebih parahnya ruangan itu tak bisa dibuka dari dalam.     

Langit masih dengan pakaian seorang pasien membutuhkan penyamaran sebelum siapapun menemukannya. Ia berjalan menyusuri lorong yang cukup panjang seakan tak berujung. Ada beberapa pintu di kanan-kirinya. Sesekali ia menengok ke belakang untuk memastikan tiada yang mengikutinya.     

Masih di lorong yang sama, Langit melihat di bagian kirinya sebuah pintu serupa namun tertulis kata "Loker" disana. Benaknya mengira ruangan tersebut pasti berisi banyak penyimpanan para pengisi tempat ini dan bisa jadi disana ia mendapat apa yang ia cari.     

Tanpa ragu, ia pun membuka pintu tersebut. Namun belum sampai setengah menit, ia sudah menutup kembali pintu itu rapat-rapat dan berlari ke pintu lain yang ada di seberang yang bertuliskan "Janitor" kemudian ia menutup kembali pintu tersebut.     

Ruangan sempit yang hanya dibuka oleh para petugas pembersih saja. Gelap. Namun Langit lebih baik ada disana daripada masuk ke ruangan loker yang baru saja membuatnya segera terbirit-birit masuk kesini.     

Hampir lima menit Langit tak berkutik dari awal ia masuk ke ruangan itu, matanya hanya menangkap gelap tak berujung, benar-benar gelap.     

Setelah lima menit lebih, jemarinya mulai meraba ke bagian dinding dimana tubuhnya bersandar.     

Ctrekk..     

Jemarinya tadi menekan saklar hingga membuat ruangan sempit itu tak lagi gelap. Ruangan sempit nampak di pelupuk matanya, 2 m x 3 m. Banyak alat kebersihan tersimpan rapi disana. Bukan hanya itu, ada 2 buah loker yang berjejer tepat dihadapan Langit.     

Langit segera sadar dan mencoba mencari ide untuk membantu ia keluar dan segera mencari tahu dimana ia. Ia mulai menggeledah dari lemari loker di hadapannya.     

Keberuntungan sepertinya sedang berpihak padanya. Baru saja ia membuka loker itu, sudah ia temukan benda yang ia pikir bisa membantunya. Seragam petugas kebersihan lengkap dengan identitasnya terlipat rapi disana seolah takdir memang menuntunnya kemari.     

Seragam dominan biru itu telah terpasang lengkap di tubuhnya. Terakhir, ia kalungkan tanda pengenal yang akan menjadi identitasnya nanti. Tanda pengenal tersebut sekilas nampak seperti kartu tanda penduduk, namun ada lempeng kuningan yang menempel dibalik identitas yang bertuliskan nama "Dean Suroto" itu. Dan satu hal lagi, topi dan masker untuk mengasingkan wajahnya agar tak dikenali siapapun disana.     

Tanpa berpikir panjang lagi, ia segera melangkah keluar dari ruang itu. Namun baru saja ia hendak membuka pintu, seseorang terlebih dulu membuka pintu itu.     

Sontak saja hal itu membuat Langit terkejut dan seketika mundur. Seorang pria berseragam serupa muncul dari balik pintu yang baru saja dibukanya.     

"Aihh.. Katanya kau mau pulang, kenapa masih disini?" Tanya pria itu yang juga terkejut dengan keberadaan Langit yang ia tak sadar kalau itu bukanlah rekannya Dean melainkan Langit.     

Sambil menunduk Langit menjawab tanpa ragu, "Aku masih ada kerja bang,"     

"Ish.. Ish.. Kau ini sudah berulang kali aku cakap, jangan panggil aku bang, kita ini seumuran, panggil saja Bonar, tak usah lah kau pakai pakai kata bang lagi ya," Ucap pria berseragam serupa dengan Langit itu sambil merangkulnya keluar dari ruangan.     

Langit pun bersyukur, pria bernama Bonar itu ternyata tak curiga padanya. Mereka pun berjalan keluar dari ruangan itu. Namun baru saja 3 langkah mereka keluar dari pintu janitor, ucapan khas Bonar yang seperti orang Medan itu menghentikan langkah mereka.     

"Ehh... Kau kenapa tak bawa pel itu? Bawa, bawa, kau harus mengepel ruang makan disana itu, kacau kali isinya terakhir ku tengok," Ucapnya yang membuat Langit hampir tersentak sekaligus kaget hingga ia pun meminta maaf, "Oh iya bang, ehh Bonar, aku lupa,"     

Bonar melepas rangkulannya dan membiarkan Langit mengambil alat kebersihan di janitor tadi.     

"Ish ishh masih muda sudah banyak lupa dia," Ucap Bonar seorang diri.     

Langit pun kembali dengan peralatan kebersihan yang lengkap. Dia menghampiri Bonar yang masih menunggunya di lorong panjang seolah tak berujung itu.     

"Aku tau lah kau ini baru disini, tapi ingat! Jangan bikin kesalahan fatal, ikut sajaa apa yang aku suruh ya, kalau tidak, bisa mati kau!" Tegas Bonar.     

Ucapan Bonar barusan cukup ambigu, Langit hampir saja terkejut dengan ucapannya. Maksud ucapan Bonar barusan baginya memiliki dua makna, antara Bonar tahu siapa dia atau memang si Dean ini pegawai baru disana. Namun Langit mencoba tetap tenang, ia tetap berpikiran positif, mungkin saja maksudnya memang Dean masih baru disana. Dan hal itu tentu saja memberikan banyak keuntungan bagi Langit.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.